Phubbing, yakni kependekan dari Phone Snubbing merupakan
kejenuhan seseorang ketika berbincang tatap mata, lalu beralih berbincang dengan orang lain via smartphone.
Sejak kelahiran telepon genggam yang serba canggih, banyak orang tampak sibuk sendiri dan tidak menghiraukan lawan bicaranya.
Pernah ada kampanye untuk menghentikan phubbing pada tahun 2012 oleh agensi periklanan McCann dan istilah ini kemudian resmi didaftarkan dalam kamus Macquarie.
Istilah phubbing kembali viral dengan adanya studi yang dilakukan oleh Dr. James Roberts, dan Dr. Meredith David dari Baylor University, Texas.
Di zaman ini, phubbing terjadi semakin memprihatinkan sebab dilakukan pada saat momen kebersamaan dan ini dilakukan juga oleh pasangan yang tengah berada dalam hubungan percintaan, suami istri maupun para sahabat yang tengah berkumpul.
Banyaknya aplikasi media sosial yang bersifat menyenangkan dan adiktif turut memperparah terjadinya phubbing bahkan dijadikan alasan seseorang untuk sengaja menjauhkan lawan bicaranya. Ini biasanya terjadi bila ada orang yang tidak disukai ikut serta dalam obrolan.
Yang lebih parah adalah phubbing yang dilakukan oleh pasangan yang sedang merasa bosan sehingga memilih untuk mencari keseruan dari orang ketiga dengan mengobrol melalui media sosial. Phubbing yang terjadi secara konsisten memiliki resiko merusak kualitas hubungan.
Menurut Julie Hart, pakar hubungan sosial dari The Hart Centre, Australia, ada tiga faktor hubungan sosial yang menjadi tumpul akibat phubbing.
Pertama adalah akses informasi, yakni kemampuan mendengar serta membuka diri akan informasi dari lawan bicara.
Kedua adalah respon, yaitu usaha untuk memahami dan menanggapai apa yang disampaikan oleh lawan bicara.
Ketiganya adalah keterlibatan, ketika dua faktor sebelumnya diabaikan maka seseorang tidak akan terlibat dari wacana yang dibicarakan akibatnya lawan bicara akan tersinggung bahkan malas bicara lagi.